Kasus virus corona pada klaster perkantoran di DKI Jakarta rupanya mengalami kenaikan yang cukup signifikan, dibarengi dengan meningkatnya tren kasus corona ibu kota dalam beberapa hari terakhir.
Di balik peningkatan pada klaster perkantoran, tercatat adanya ribuan pelanggaran PPKM yang dilakukan oleh perkantoran, tempat usaha, dan industri.
Data yang dihimpun oleh Satpol PP, dikutip kumparan dari akun Instagram resmi Satpol PP, menunjukkan setidaknya ada 33.755 penindakan terhadap klaster tersebut dalam kurun waktu 11 Januari hingga 26 April 2021.
Dari jumlah penindakan tersebut, terdapat 2.894 perkantoran yang diberikan sanksi tertulis atas pelanggaran PPKM. Kemudian, sebanyak 121 lokasi dilakukan penghentian sementara kegiatan selama 3x24 jam.
Sementara, Satpol PP memberikan hukuman denda pada 18 perkantoran, tempat usaha, dan industri. Nilai denda yang berhasil dikumpulkan adalah sebesar Rp 95 juta.
Dari jumlah tersebut, total perkantoran dan tempat usaha yang terbukti melakukan pelanggaran aturan PPKM adalah sebanyak 3.033 lokasi. Sisanya yaitu pada sebanyak 30.722 lokasi, tidak ditemukan adanya pelanggaran PPKM.
Menurut data yang dibagikan Pemprov DKI, ada 425 kasus yang tersebar di 177 klaster kantor. Ini tentu harus diwaspadai mengingat klaster kantor bisa merembet ke klaster keluarga. Jangan sampai, Indonesia harus mengalami lonjakan kasus seperti pada Januari dan Februari lalu.
Salah satu faktor yang diduga penyebab meningkatnya klaster perkantoran adalah acara buka puasa bersama. Apalagi dengan adanya tren penurunan kasus dan program vaksinasi, sebagian orang menjadi tak ragu untuk bukber.
"Ya tentunya, pada saat makan itu justru saat yang paling berisiko. Karena kan saat makan pasti orang buka masker. Nah, sambil makan lalu ngobrol. Itu banyak kasus yang dilaporkan (tahun ini), tahun lalu pun begitu, jadi penularan ketika makan itu potensinya sangat besar," kata Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof Amin Soebandrio.
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas COVID-19 Sonny Harmadi pun mengingatkan Pemprov DKI untuk memperkuat penegakan aturan 50 persen karyawan yang boleh ke kantor.
"Awal April ini, mobilitas penduduk Indonesia mulai naik. Bahkan di DKI terjadi klaster perkantoran karena jumlah orang WFO naik. Kita paham ini masih PPKM Mikro, di mana maksimal orang masuk kantor hanya bisa 50 persen. Jangan pernah kendur, jangan lengah," kata Sonny.
Tentu Sonny menyayangkan hal ini terjadi. Padahal kasus di Jakarta sudah menunjukkan tren melandai.
"Kinerja yang bagus harus diikuti konsistensi kebijakan dan perilaku. Kita berharap konsisten sampai positivity rate di bawah 5 persen," jelas dia.
Sementara Ahli Wabah UI Pandu Riono mengatakan, meningkatnya klaster perkantoran salah satunya disebabkan oleh false security yang timbul setelah program vaksinasi digalakkan.
"Ya memang meningkat menurut Dinkes DKI Jakarta naik. Ya sudah merasa divaksin, mereka punya false security, dianggapnya vaksin itu memberikan kekebalan sehingga tidak terinfeksi [COVID-19]. Padahal vaksin kan tidak untuk mencegah penularan, dia cegah untuk tidak sakit berat ya," kata Pandu.
Di samping itu, ada kemungkinan apabila vaksinasi menyebabkan kebijakan kantor berubah. Misalnya pembatasan kapasitas 50 persen yang diatur dalam PPKM mikro menjadi longgar. Ini akan semakin berdampak negatif apabila dikombinasikan dengan false security dari para pegawai.
"Jadi mereka melakukan kegiatan di kantor, mungkin [karena] kebijakan kantor setelah divaksinasi mereka harus kerja di kantor. Sebagian orang yang kerja di rumah jadi kerja di kantor. Jadi kantor padat, suasana kantor abai prokes [karena false security]," tutur Pandu.
Sementara di tengah Ramadhan, kegiatan bukber menjadi tradisi. Ini menurut Pandu juga bisa menjadi celah tingginya klaster penularan COVID-19 di kantor.
"Mungkin juga mereka melakukan kegiatan-kegiatan bersama teman-teman di luar kantor seperti buka puasa bersama. Bukan cuma makan, aktivitas di dalam ruangan itu celah penularannya tinggi," ucap dia.
Pandu juga mengungkapkan 300 lebih dari kasus COVID-19 di klaster perkantoran sudah divaksinasi. Inilah yang kemudian menimbulkan false security pasca berjalannya program vaksinasi.
"Ada sekitar 300 lebih kasus positif [dari klaster perkantoran] yang ternyata sudah divaksinasi. Ya sudah merasa divaksin, mereka punya false security, dianggapnya vaksin itu memberikan kekebalan sehingga tidak terinfeksi [COVID-19]. Padahal vaksin kan tidak untuk mencegah penularan, dia cegah untuk tidak sakit berat ya," jelasnya.