Pemberantasan aksi rasialisme di sepak bola masih belum dituntaskan secara masif. Setidaknya, pendapat itu yang dilontarkan Anton Ferdinand.
Ferdinand bahkan menilai bahwa perlawanan terhadap rasialisme belum ada apa-apanya. Bahkan, kata adik legenda MU, Rio Ferdinand, ini, penolakan European Super League lebih getol ketimbang melawan rasisme.
''Apakah perlawanannya sama seperti saat orang menolak European Super League? Saya rasa belum, bahkan nyaris tidak, dan ini jelas mengecewakan,'' kata Ferdinand kepada BBC.
European Super League mendapat sorotan pertengahan April 2021. Sebanyak 12 tim dari tiga liga elite Eropa membuat kompetisi tandingan Liga Champions. Uang melimpah yang ditawarkan menjadi salah satu faktor yang menggagas ide ini.
Aksi ini kemudian mendapat kecaman. Mulai dari FIFA, UEFA, federasi sepak bola Italia, Spanyol dan Inggris, hingga para fan yang melakukan demo penolakan dan nyaris berhasil dalam waktu tak kurang dari sepekan.
''Ketika orang berbicara tentang uang kertas poundsterling, di sana orang-orang akan banyak terlibat dan berjuang dengan benar,'' kata Ferdinand.
Guna memberantas aksi rasialisme, Premier League selaku operator Liga Inggris menggaungkan aksi boikot media sosial. Klub-klub yang bernaung, akan memulai pada Jumat (30/4) pukul 21:00 WIB hingga Selasa (4/5) pukul 05:59 WIB.
Salah satu tujuannya: Memastikan ada konsekuensi dunia nyata atas serangan kebencian, rasialisme, dan diskriminatif di internet. Mulai dari blokir pelaku, larangan mendaftar ulang, dan laporan ke pihak berwenang.
Dua pesepak bola asal Inggris, Troy Deeney dan Andros Tondsend ikut dalam kampanye ini. Mereka memprediksi akan ada perubahan yang terjadi.
---