Peloton atau peleton (dari istilah militer platoon, adalah istilah formasi para pebalap sepeda dalam sebuah balapan. Lantaran rapat sehingga bergerombol, peloton menjadi strategi menghemat tenaga menerjang angin sambil mempertahankan kecepatan.
Tan ton peloton ini belakangan ribut dibahas netizen sejak 27 Mei lalu bersamaan dengan viralnya foto seorang pemotor mengacungkan jari tengah tanda protes kepada peloton pesepeda
Banyak warganet mendukung si pengendara motor Honda BeAT berpelat nomor AA itu. Mungkin aksi jari tengah tersebut mewakili mereka yang kesal melihat peloton wara-wiri di tengah jalan. Kalau mau segambreng gitu ya jangan di jalan umum.
Banyak pula warganet yang membela geng peloton. Mungkin mereka ini paham bahwa untuk mengendarai road bike dengan kencang memang perlu ruang supaya aman. Toh, hanya melintas sesaat.
Saya pesepeda—rutin bahkan—tapi belum pernah berpeloton seperti itu. Jadi saya tidak atau belum tahu urgensinya. Tapi saya ingin ribut-ribut ini mereda. Perspektif saya begini:
Di jalan raya semua yang bergerombol alias berpeloton berpotensi jadi arogan. Semua artinya bukan cuma pesepeda road bike. Konvoi sepeda motor, rombongan mobil, dan lain sebagainya.
Dan yang memicu kebencian adalah: Mereka ingin cepat. Entah cepat sampai tujuan, cepat demi mempertahankan record di aplikasi, intinya mestilah cepat.
Bandingkan saja peloton road bike yang ngebut di tengah jalan itu dengan peloton sepeda ontel yang pelan merayap-rayap di kiri jalan. Yang mana yang bikin geregetan.
Sudut pandang saya yang terakhir: Jangan malah ini semua jadi biang kebencian sehingga jadi alasan untuk mencelakakan pengguna jalan. Jangan malah ada pemotor menyenggol pesepeda. Sebaliknya juga: Pesepeda meneriaki pemotor.
Banyak pesepeda road bike yang sopan.
Banyak pula pemotor yang baik hati.
Mereka adem.
Dan mereka enggak viral.
Dan, hei, kota kita mestinya aman.